Mafia tanah tidak mengincar lahan sembarangan. Mereka memiliki sejumlah pertimbangan untuk bisa menjalankan praktiknya. Salah satu pertimbangannya yakni tanah telantar. Hal ini diungkapkan Wamen ATR/Waka BPN Surya Tjandra dikutip dari laman Kementerian ATR/BPN pada Minggu (21/11/2021).
"Memang kebanyakan, masyarakat yang memiliki tanah membiarkan begitu saja tanah mereka karena merasa barang tidak bergerak. Inilah yang dapat menjadi sasaran dari orang yang memiliki niat jahat," ujarnya. Menurut dia, pemanfataan tanah menjadi penting. Sebab, jika tidak dimanfaatkan lahannya, dikhawatirkan bisa disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Karena itu, Surya mengimbau masyarakat agar tanahnya digunakan atau dimanfaatkan supaya tidak diakui orang lain.
Selain itu, masyarakat juga patut waspada dengan modus yang dilakukan oleh mafia tanah. Menjaga dokumen atau sertifikat tanah dengan baik dan tidak mudah percaya kepada orang lain. "Masyarakat diharapkan perlu lebih teliti lagi jika ingin menyerahkan dokumen penting tersebut," imbuhnya. Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian ATR/BPN Teuku Taufiqulhadi menambahkan, mafia tanah umumnya mengincar tanah atau lahan yang berukuran luas dan memiliki harga jual tinggi.
"Mafia tanah itu nggak mau bermain dengan skala tanah atau lahan yang kecil misal 200 meter persegi. Itu penipuan biasa dan belum tentu ada keterlibatan mafia kalau ukurannya kecil," katanya kepada Kompas.com, Jumat (19/11/2021) lalu. Setelah melihat besarnya potensi suatu kawasan, mafia biasanya secara perlahan akan berupaya menguasai tanah dengan berbagai cara. Salah satu caranya yaitu dengan membeli sebagian lahan tersebut. Kemudian barulah menguasai lahan di sekitarnya dengan menerbitkan girik palsu.